Mengenal Covid Varian Omicron, Benarkah Lebih Berbahaya? Ini 5 Fakta Terbarunya

Mengenal Covid Varian Omicron, Benarkah Lebih Berbahaya? Ini 5 Fakta Terbarunya

Penurunan kasus konfirmasi Covid-19 di beberapa daerah sempat menjadi angin segar dalam optimisme penanganan pandemi di Indonesia. Namun, beberapa waktu belakangan, dunia kembali dikejutkan dengan imbauan peningkatan kewaspadaan dari badan kesehatan dunia, WHO. Imbauan ini berkaitan dengan ditemukannya mutasi Covid-19 baru, yakni varian Omicron yang ditetapkan sebagai variant of concern karena penyebarannya yang cukup signifikan di beberapa negara, termasuk Afrika Selatan. 

Apa itu Covid-19 varian Omicron?

Salah satu sifat alami virus adalah mengalami mutasi terus-menerus seiring berjalannya waktu. Tak terkecuali virus Covid-19.

Setelah varian Delta beberapa bulan lalu, kini WHO mengumumkan adanya mutasi baru virus Covid-19 bernama Omicron yang perlu diwaspadai. Omicron atau varian B.1.1.529 pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan pada 24 November 2021, meski Afrika Selatan bukan negara asalnya. Infeksi penularan Covid-19 dilaporkan mengalami peningkatan tajam di beberapa wilayah Afrika Selatan bertepatan dengan terdeteksinya varian baru Omicron.

Penularan yang lebih cepat dibandingkan varian sebelumnya inilah yang kemudian membuat WHO menetapkan bahwa Omicron sebagai variant of concern (VOC) yang berpotensi meningkatkan risiko kesehatan masyarakat secara global.

Hingga kini, penelitian terkait varian Omicron ini masih terus berlangsung. 

Benarkah covid varian Omicron lebih berbahaya?

Omicron merupakan salah satu mutasi yang menjadi variant of concern
Omicron merupakan salah satu mutasi yang menjadi variant of concern

Berdasarkan update terbaru dari WHO pada tanggal 26 November 2021, mutasi yang terjadi pada varian Omicron bisa saja berdampak pada perilaku virus, termasuk seberapa mudah penyebaran dan tingkat keparahan penyakit yang ditimbulkan. 

Berikut ini beberapa fakta terbaru varian Omicron yang wajib Anda ketahui.

1. Penularannya Omicron disebut lebih cepat

Hingga artikel ini diterbitkan, belum jelas apakah Omicron lebih mudah menular dibandingkan dengan varian lain, seperti varian Delta. Peningkatan kasus konfirmasi positif Covid-19 di Afrika Selatan memang terjadi. Akan tetapi, studi epidemiologi masih terus dilakukan untuk memastikan bahwa hal ini memang terjadi akibat varian baru covid.  

2. Tingkat keparahan

Belum jelas apakah infeksi virus Omicron menyebabkan penyakit yang lebih parah dari mutasi varian Covid-19 sebelumnya. Data awal memang menunjukkan peningkatan rawat inap di Afrika Selatan. Namun, lagi-lagi belum dapat dipastikan peningkatan jumlah rawat inap ini terjadi akibat varian baru Omicron secara spesifik. 

3. Gejala Omicron

Banyak sumber mengungkapkan perbedaan gejala yang ditimbulkan varian Omicron dengan varian covid-19 lainnya. Namun, dalam edaran terbarunya, WHO belum menginformasikan terkait perbedaan gejala Omicron dengan varian lainnya.Berdasarkan laporan, infeksi awal terjadi pada usia yang lebih muda, seperti mahasiswa dan cenderung mengakibatkan gejala ringan. Untuk itu, perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan tingkat keparahan dan perkembangan penyakit akibat varian baru ini. 

4. Kemungkinan infeksi berulang

Informasi terbatas menyatakan bahwa peningkatan risiko infeksi berulang pada Omicron sangat mungkin terjadi. Artinya, Anda yang sebelumnya pernah terkena Covid-19 juga bisa lebih mudah terkena Omicron dibandingkan varian lainnya. Namun, perlu ada penelitian lebih lanjut terkait kepastian akan informasi ini. 

5. Efektivitas vaksin terhadap varian Omicron 

Meski masih dalam pengkajian terkait potensi vaksin terhadap varian Omicron, WHO tetap menjadikan vaksin Covid-19 sebagai hal yang penting untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit dan kematian akibat virus Covid-19. 

Upaya Pencegahan virus Covid-19 varian Omicron di Indonesia

Menerapkan protokol kesehatan dan karantina menjadi upaya pencegahan virus Covid-19 varian Omicron
Menerapkan protokol kesehatan dan karantina menjadi upaya pencegahan virus Covid-19 varian Omicron

Mengingat varian Omicron ditetapkan sebagai variant of concern (VOC) dan penyebarannya sudah mulai memasuki beberapa negara di Eropa, seperti Inggris, Belgia, Jerman, dan Italia, WHO mengimbau negara-negara di dunia untuk meningkatkan kewaspadaan, tak terkecuali di Indonesia.

Terkait hal ini, pemerintah Indonesia lewat Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran No. 23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19 yang mulai berlaku pada hari ini (29/11/2021).

Dalam kebijakan tersebut terdapat beberapa perubahan yang menjadi fokus utama mencegah varian Omicron masuk ke Indonesia, antara lain:

  • Pelarangan masuk warga negara asing (WNA) dengan riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia, dan Hongkong
  • Warga negara Indonesia (WNI) dengan riwayat perjalanan dari negara-negara tersebut harus dikarantina selama 14 hari
  • Meningkatkan waktu karantina WNA dan WNI dari luar negeri (di luar negara-negara tersebut), yang tadinya hanya 3 hari menjadi 7 hari karantina

Catatan dari SehatQ

Hingga artikel ini diterbitkan, WHO masih bekerja sama dengan sejumlah peneliti di berbagai belahan dunia untuk lebih memahami varian baru Covid-19, yakni Omicron. Seluruh negara diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan agar mencegah masuknya varian Omicron ke negaranya.

Tak hanya itu, menerapkan protokol kesehatan secara ketat juga masih menjadi upaya utama yang perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Ingat untuk selalu menggunakan masker yang pas menutup wajah, gunakan double mask, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sesering mungkin, menjaga jarak dengan orang lain minimal 1,5 meter, memastikan sirkulasi udara/ventilasi, hindari ruangan tertutup, hindari keramaian, dan terapkan etika batuk dan bersin yang benar. 

Anda juga perlu segera mendapatkan vaksinasi Covid-19 jika memang belum mendapatkannya. Vaksin Covid-19, jenis apa pun, terbukti menurunkan risiko kematian dan angka rawat inap di rumah sakit akibat gejala berat.

Sumber : SehatQ

0 Komentar